Home Aceh Tetesan Air Lilin dan Cambukkan Sabuk Perempuan Jahanam

Tetesan Air Lilin dan Cambukkan Sabuk Perempuan Jahanam

Mataaceh.com, Sebenarnya aku tak setuju ketika Bapak menikah lagi, tapi aku tak berani menyampaikannya. Trauma di masa lalu menjadi alasan, sepertinya Bapak sudah lupa dengan peristiwa itu.

Ini bukan kali pertama mempunyai ibu tiri, dulu sudah pernah ketika aku tinggal Graha Kali Goa. Masih kuingat dengan jelas, sangat jelas, rasa panas itu, rasa sakit tetesan air lilin yang jatuh ke punggung dalam posisi telengkup.

Tangan dan kakiku diikat tanpa berpakaian, dia berdiri sambil meneteskan air lilin ke badanku. Aku tak bisa berteriak karena sudah diancam, hanya bisa menahan sakit dan memanggil nama Bapak dalam hati. Bapak tak mungkin bisa mendengarnya.

Bukan hanya tetesan air lilin yang aku rasakan, ia juga pernah mencambuk punggungku dengan sabuk sekuat tenaga. Cambukkan itu membekas dan memerah bahkan masih terasa sakit meskipun sudah seminggu berlalu.

banner

Saat itu aku belum bisa membaca. Dia mengajariku. Saat salah, ia tak segan-segan memukulku tepat di sela-sela kepala dan pelipis. Rasanya sakit sekali, sampai mataku berkaca-kaca. Aku tak bisa melawan, tubuhku terlalu kecil untuk mengajaknya baku hantam.

SHARE:

Tags: Nasional

ARTIKEL TERKAIT

Home Aceh Tetesan Air Lilin dan Cambukkan Sabuk Perempuan Jahanam

Tetesan Air Lilin dan Cambukkan Sabuk Perempuan Jahanam

Mataaceh.com, Sebenarnya aku tak setuju ketika Bapak menikah lagi, tapi aku tak berani menyampaikannya. Trauma di masa lalu menjadi alasan, sepertinya Bapak sudah lupa dengan peristiwa itu.

Ini bukan kali pertama mempunyai ibu tiri, dulu sudah pernah ketika aku tinggal Graha Kali Goa. Masih kuingat dengan jelas, sangat jelas, rasa panas itu, rasa sakit tetesan air lilin yang jatuh ke punggung dalam posisi telengkup.

Tangan dan kakiku diikat tanpa berpakaian, dia berdiri sambil meneteskan air lilin ke badanku. Aku tak bisa berteriak karena sudah diancam, hanya bisa menahan sakit dan memanggil nama Bapak dalam hati. Bapak tak mungkin bisa mendengarnya.

Bukan hanya tetesan air lilin yang aku rasakan, ia juga pernah mencambuk punggungku dengan sabuk sekuat tenaga. Cambukkan itu membekas dan memerah bahkan masih terasa sakit meskipun sudah seminggu berlalu.

banner

Saat itu aku belum bisa membaca. Dia mengajariku. Saat salah, ia tak segan-segan memukulku tepat di sela-sela kepala dan pelipis. Rasanya sakit sekali, sampai mataku berkaca-kaca. Aku tak bisa melawan, tubuhku terlalu kecil untuk mengajaknya baku hantam.

SHARE:

Tags: Nasional

ARTIKEL TERKAIT