Mata aceh.com-Seperti apa yang disampaikan dari hasil klarifikasi konsultan ke salah satu media online yang tidak paham dengan undang undang pers, bila pihak konsultan atau penerima manfaat sudah mengawas dengan benar dan kemudian sudah mensurati, maka langkah-langkah upaya apa yang diambil terhadap pelaksanaan konstruksi beton yang dapat dilihat dengan kasat mata tidak sesuai dengan spesifikasi teknis.
Menurut kami, setiap pekerjaan konstruksi pasti ada hasil pengujian beton, baik saat slump test di lapangan, uji silinder/kubus di laboratorium, atau uji non-destruktif seperti hammer test.
Konstruksi beton adalah hal yang paling utama dalam sebuah bangunan, apabila konstruksi tidak baik atau tidak sesuai spesifikasi teknik maka bangunan tersebut kedepannya akan terjadi keropos dan atau kopong dan juga bisa cepat rusak dan atau runtuh sehingga dapat menyebabkan kematian bagi pengguna manfaat.
Pihak konsultan pengawas dan penerima manfaat mungkin sudah mengambil langkah dan upaya dalam hal ini dengan cara melakukan rapat internal, akan tetapi kita tidak tau langkah dan upaya apa yang telah diambil, apakah melakukan pengecoran ulang dengan cara pembongkaran ringbalk atau balok konsol atau hanya ditutupi dengan plesteran nantinya.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi:
“Penyedia jasa konstruksi wajib memenuhi standar mutu yang disepakati dalam kontrak. Kegagalan bangunan akibat mutu yang tidak sesuai dapat dimintai pertanggungjawaban hukum”.
SNI tentang konstruksi mencakup berbagai aspek, seperti:
SNI 03-2847-2019 untuk perencanaan struktur beton,
SNI 03-1726-2019 untuk perencanaan ketahanan gempa,
SNI 03-1727-2019 untuk struktur kayu, dan
SNI 7394-2008 untuk pemasangan rangka atap baja ringan.
SNI ini bertujuan untuk memastikan keselamatan, kualitas, dan standar teknis yang sesuai dalam proyek konstruksi di Indonesia.
Sanksi ketidaksesuaian mutu beton dengan rencana yang terindikasi persekongkolan akan ditindaklanjuti dengan pemeriksaan. Jika terbukti ada penyimpangan mutu, dapat dilakukan koreksi harga secara proporsional atau tindakan hukum lainnya, tergantung tingkat pelanggaran dan dampaknya. Pihak yang terlibat dapat menghadapi sanksi perdata, administratif, hingga pidana.






