Ranjau Kayu dan Kematian Tragis Kapten Webb

Oleh

Oleh

Kematian salah satu Komandan Divisi Marsose, Kapten GJA Webb sangat tragis, kepalanya hancur tertimpa ranjau kayu, mayatnya nyaris tak dikenali. Istri Webb sendiri dilarang pemerintah Kolonial Belanda untuk melihat wajahnya.

Dalam buku The Dutch Colonial War In Aceh pada bagian Personalitie, Monuments, and Cemeteries halaman 218, dijelaskan, Kapten Webb tewas tertimpa perangkap (rajau) kayu tepat di kepalanya, saat melakukan patroli kawasan Leubeuk Minyeuk, Keuretoe (Lhoksukon), Aceh Utara pada 21 Januari 1902.

Tak banyak banyak penjelasan dalam buku ini tentang cerita kematian Kapten Webb tersebut, hanya ada satu foto dengan sedikit keterangan di sampingnya. Penelusuran yang saya lakukan ke Kerkhof Peucut, tempat Kapten Webb dan 2.000 lebih tentara Belanda dikuburkan di Banda Aceh, juga tidak memperoleh banyak informasi. Prasasti pada monumen kuburannya hanya memuat nama, tanggal dan tempat Kapten Webb tewas.

Selanjutnya saya mencoba mencari bahan pembanding dari referensi lain. Namun, dari beberapa buku sejarah perang kolonial Belanda di Aceh, saya hanya memperoleh informasi tambahan dalam buku yang ditulis Tjoetje, mantan pegawai sipil Belanda di Bestuurs Meulaboh, Aceh Barat.

Dalam buku yang berjudul Perkuburan Belanda “Peutjoet” Membuka Tabir Sedjarah Kepahlawan Rakyat Atjeh, pada halaman 22 dijelaskan, Kapten Webb tewas akibat tipu muslihat kelompok pejuang Aceh yang menciptakan bom atau ranjau batang kayu. Potongan-potongan kayu besar diikat dengan rotan di atas pohon yang sering dilalui patroli pasukan marsose Belanda.

Beberapa orang menunggui bom atau ranjau kayu tersebut di atas pohon. Dan pada hari 21 Januari 1902 itu, Kapten Webb selaku Komandan Divisi Marsose Lhoksukon melakukan patroli ke Leubeuk Minyuek untuk memburu kelompok Panglima Polem yang bergerilya dari Aceh Besar ke Aceh Utara. Kapten Webb mendapat informasi dari mata-mata (cuak) bahwa kelompok Panglima Polem sedang berada di Leubek Minyeuk. Maka berangkatlah ia dan pasukannya ke sana.

Begitu Kapten Webb dan pasukannya sampai di bawah pohon beranjau itu, pejuang Aceh memotong rotan pengikat bom batang kayu tersebut. Potongan batang-batang kayu itu jatuh menimpa pasukan marsose, dan salah satunya jatuh tepat di atas kepala Kapten Webb.

Akibat hantaman kayu itu, kepala Kapten Webb pecah. Ketika jenazahnya dievakuasi ke bivak Lhoksukon, jenazahnya tidak diperbolehkan untuk dilihat, bahkan untuk istri Webb sendiri Pemerintah Kolonial Belanda melarangnya.

Oleh Tjoetje dikisahkan, eksekutor penjaga bom atau ranjau batang kayu ini, mampu memotong rotan pengikat pada waktu yang tepat. Ia menyebutnya sama dengan gaya “jibaku” ala Jepang. Sang eksekutor rela mati kalau ia gagal dengan bom kayu tersebut. Tapi menurut Tjoetje, pejuang Aceh yang memotong ranjau atau bom kayu tersebut berhasil selamat kembali ke kesatuannya.

Banyak perwira tentara marsose Belanda yang tewas secara tidak wajar di Aceh. Ini sebagaimana diakui oleh HC Zentgraaff yang pernah menjadi anggota Marechaussee Honorair dalam buku Atjeh. Menurutnya, hal itu terjadi bukan hanya karena kelicikan pejuang Aceh, tapi juga karena kebodohan para pemimpin perang Belanda yang dinilai Zentgraff memimpin secara gamblang.

Zentgraaff mencontohkan tentang kematian Kapten Paris di Bakongan Aceh Selatan. Paris dan pasukannya diperintahkan untuk tetap melakukan patroli meski dengan senapan tanpa peluru. “Matinya Kapten Paris dan pasukannya itu adalah akibat perintah bodoh ini,” tulis Zentgraaff.

Karena senapannya tak berpeluru, Kapten Paris harus berperang jarak dekat dengan pasukan Aceh yang dipimpin Cut Ali di Bakongan, Aceh Selatan pada 3 April 1926. Kapten Paris mati setelah ditebas dengan kelewang di tangan dan tengkuknya.

Sumber info : Iskandar Norman.

Kapten Webb foto sumber [The Dutch Colonial War In Aceh[]

BERITA TERKAIT

BERITA TERKINI

ARTIKEL TERPOPULER
1
2
3
4
5
Opini Text