Aceh Utara – Majelis Pengajian Tasawuf Tauhid dan Fiqh (Tastafi) Aceh Utara menyelenggarakan acara Bahtsul Masail di Dayah Babussalam Matangkuli pada Rabu lalu (07/04/21).
Kegiatan mubahatsah (kajian) ilmiah ini menghadirkan sejumlah para ulama senior Aceh dengan tema pembahasan “Hukum Penelantaran Masjid Lama Akibat Pembangunan Masjid Baru”.
Kelima ulama senior yang terlibat sebagai pentashih yaitu Tgk. H. Abdul Manan Ahmad (Abu Manan Blangjruen), Abi Ja’far Lhoknibong, Drs. Tgk. H. Daud Hasbi, M.Ag (Abi Daud Hasbi), Tgk Nuruddin (Abati Buloh) dan Tgk. H. Muhammad Amin Daud (Ayah Cot Trueng) yang merupakan Ketua Umum Majelis Tastafi Aceh.
Adapun hasil kesimpulan dari mubahatsah Tastafi ke 5 ini dikeluarkan setelah ditashih oleh lima ulama senior Aceh pada seusai berlangsungnya acara mubahatsah tersebut yaitu ; pada poin pertama dijelaskan bahwa membangun mesjid baru (dengan meninggalkan masjid lama) dibolehkan. Kecuali jika (membangun masjid baru ini) bertujuan untuk membanggakan diri, riya, sum’ah atau maksud lain yang bukan karena Allah dan bukan hajat mesjid atau dibangun dengan harta haram.
Pada poin kedua dijelaskan bahwa masjid lama yang ditinggalkan (karena membangun masjid baru) wajib dilestarikan.
Sementara itu, pada poin ketiga disebutkan bahwa yang bertanggung jawab melestarikan mesjid lama adalah nadhir. Sementara jika tidak ada nadhir maka tugas pelestarian itu adalah tugas pemerintah. Adapun jika pemerintah tidak merawatnya maka wajib bagi muslimin untuk membentuk panitia untuk merawatnya.
Pada poin keempat, dijelaskan bahwa hukum menelantarkan mesjid adalah haram seperti harta wakaf lainnya. Selanjutnya pada poin kelima disebutkan bahwa termasuk ke dalam menelantarkan mesjid antara lain yaitu : a. Tidak menunjuk pengelola mesjid. b. Tidak mengurus atau mengelola mesjid dan asetnya secara mestinya.
Pada poin keenam dijelaskan bahwa aset mesjid lama tidak dibolehkan untuk dialihkan ke mesjid lain kecuali mesjid lama tidak bisa difungsikan lagi. Terakhir, pada poin ke tujuh ditegaskan bahwa tanah bekas bangunan mesjid wajib dijaga dan masih berlaku hukum mesjid baginya.
Selain menghadirkan para ulama senior, mubahatsah ke 5 Majelis Tastafi ini juga menghadirkan sejumlah ulama muda yang juga berperan sebagai mubahis (pembahas) seperti Abi H. Muhammad Baidhawi, Tgk Syahrial Caleu, Tgk. Dr. Hasbullah A. Wahab, Tgk Rizwan H. Ali, MA, Tgk Mursyidi, Tgk Dr Muntasir, Tgk. Taufik Yacob, Tgk. Dr. A. Mannan, Tgk. Dr. Safriadi, Tgk Sulaiman, Abah Zarkasyi, dan sebagainya.
Ketua Tastafi Aceh Utara, Tgk. H. Sirajuddin Hanafi yang juga pimpinan Dayah Babussalam Al-Hanafiyah Matangkuli selaku tuan rumah dalam sambutannya mengatakan bahwa acara mubahatsah dengan tema yang dibahas hari ini merupakan usulan dari masyarakat.
Dalam sambutannya saat penutupan mubahatsah, ulama yang akrab disapa Waled Sirajuddin ini juga menyampaikan bahwa periode kepengurusannya dalam Majelis Tastafi Aceh Utara ini akan berakhir pada Oktober 2021.
“Oleh sebab itu saya sangat mengharapkan agar ke depan dapat lahir ketua baru dan kami siap untuk memperkuat setiap kegiatan Majelis Tastafi,” ujar Waled Sirajuddin didampingi Sekretaris Tastafi Aceh Utara, Tgk. H. Zulfadli Landeng.
Selain presentasi makalah yang telah disiapkan, para mubahis (pembahas) acara ini saling mengeluarkan pendapat dengan penuh adab dan mengambil referensi dari berbagai kitab-kitab turast (klasik) dan kitab-kitab ulama kontemporer.
Selain menghadirkan seratusan undangan dari luar, acara mubahatsah Tastafi di Dayah Babussalam Matangkuli ini juga dihadiri dua ribuan santri. Ikut juga dihadiri Wakil Bupati Aceh Utara dan Dr. Iskandar Zulkarnaen dari Unimal dan para tamu lainnya. (Murhaban)