Home Archives

AJI Lhokseumawe dan EW-LMND Aceh Gelar Aksi: Tuntut Maksimal Pelaku Kekerasan Jurnalis Nurhadi

SHARE |

Lhokseumawe – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Lhokseumawe bersama Eksekutif Wilayah Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (EW-LMND) Aceh menggelar aksi solidaritas untuk jurnalis Nurhadi di Surabaya, Jawa Timur, jurnalis Muhammad Asrul di Palopo, Sulawesi, jurnalis Bahrul Walidin di Bireuen, Aceh, dan jurnalis Asnawi di Aceh Tenggara. Peristiwa-peristiwa dialami para jurnalis tersebut telah menambah daftar kasus kekerasan, kriminalisasi, dan teror menimpa insan pers di tanah air, sehingga semakin mencederai demokrasi dan mengguncang kebebasan pers.

Itulah sebabnya, AJI Lhokseumawe bersama EW-LMND Aceh menggelar aksi untuk mengingatkan negara dan semua elemen bangsa agar memberikan perhatian serius terhadap kondisi saat ini yang menunjukkan “Indonesia darurat kebebasan pers!”

Aksi AJI Lhokseumawe dan EW-LMND Aceh dilaksanakan di Taman Riyadhah Kota Lhokseumawe, Selasa, 30 November 2021, malam, dengan menerapkan protokol kesehatan dan dijaga sejumlah personel Polsek Banda Sakti dan Polres Lhokseumawe.

Dimulai sekitar pukul 20.15 WIB, aksi tersebut dibuka dengan menyanyikan lagu “Darah Juang” diiringi petikan gitar, dilanjutkan pembacaan sinopsis “Potret Kebebasan Pers Indonesia”, puisi “Bunga dan Tembok”, dan puisi “Pena adalah Senjata”, yang juga diselingi alunan gitar.

Lalu, teatrikal “Indonesia Darurat Kebebasan Pers” diiringi musikalisasi puisi “Peringatan” dan “Puisi untuk Adik” karya Wiji Thukul, serta puisi “Manusia Lensa” karya Ahmad Satria, Ketua Dewan Perwakilan Mahasiswa Fisip Universitas Malikussaleh, dibacakan Syra, aktivis LMND.

Treatrikal “Indonesia Darurat Kebebasan Pers” yang ditampilkan sejumlah aktivis LMND Aceh menggambarkan tentang kekerasan, kriminalisasi, dan teror, yang menimpa para jurnalis di berbagai daerah.

“Siapa saja yang menggunakan pena atau ujung jari untuk menyampaikan kebenaran dan mengganggu oligarki berpotensi bernasib seperti jurnalis Nurhadi, Muhammad Asrul, Bahrul Walidin, dan Asnawi. Namun, walaupun langit runtuh, jurnalis atau wartawan harus tetap mengabarkan kebenaran demi tegaknya keadilan dalam sistem sebuah negara,” kata Martha Beruh, Ketua EW-LMND Aceh.

Aksi tersebut ditutup dengan pembacaan pernyataan sikap oleh koordinator lapangan, M. Agam Khalilullah, anggota AJI Lhokseumawe. “AJI Lhokseumawe dan EW-LMND Aceh mendesak Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Jawa Timur menuntut maksimal kedua terdakwa perkara pelanggaran delik pers dan kekerasan terhadap jurnalis Nurhadi. Mendesak Majelis Hakim Pengadian Negeri Surabaya segera memerintahkan penahanan kedua terdakwa perkara tersebut,” tegas Agam.

AJI Lhokseumawe dan EW-LMND Aceh juga mendesak Polda Jawa Timur bekerja secara profesional untuk mengungkap dan menangkap para pelaku lain yang terlibat dalam penganiayaan terhadap jurnalis Tempo, Nurhadi, yang terjadi di Gedung Samudra Bumimoro, Surabaya, Jawa Timur, Sabtu, 27 Maret 2021.

Poin lainnya dalam pernyataan sikap itu, AJI Lhokseumawe dan EW-LMND Aceh menyesalkan putusan pidana penjara yang dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Palopo, kepada jurnalis berita.news, Muhammad Asrul.

Majelis Hakim PN Palopo dalam sidang pada Selasa (23/11/2021), memutuskan Muhammad Asrul bersalah telah melanggar pasal 27 ayat (3) UU ITE dengan pidana penjara tiga bulan penjara.

“Sebagaimana ditegaskan Dewan Pers, kasus pemberitaan yang dialami Muhammad Asrul, seharusnya diselesaikan melalui mekanisme Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers, sebagai lex specialis legi generali dari undang-undang lainnya terhadap kasus-kasus yang menyangkut karya jurnalistik,” kata Agam.

Peristiwa pemidanaan jurnalis Muhammad Asrul atas jurnalistiknya, telah mencederai demokrasi dan kebebasan pers. AJI Lhokseumawe dan EW-LMND Aceh mendukung upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi Makassar oleh Asrul didampingi kuasa hukumnya.

Poin berikutnya dalam pernyataan sikap AJI Lhokseumawe dan EW-LMND Aceh, mendesak Polda Aceh segera mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SPPP) terhadap kasus jurnalis Metro Aceh, Bahrul Walidin. Desakan tersebut sejalan dengan pernyataan sikap AJI Indonesia dan LBH Pers yang dikeluarkan beberapa hari lalu.

Bahrul dilaporkan ke Ditreskrimsus Polda Aceh pada 24 Agustus 2020 atas dugaan pencemaran nama baik terhadap Rizayanti, pimpinan PT Imza Rizky Jaya Group sekaligus Ketua Partai Indonesia Terang. Jurnalis asal Bireuen itu dilaporkan menggunakan UU ITE, pasal 27 ayat (3), juncto pasal 45 ayat (3).

Pelaporan itu terjadi setelah Bahrul menulis berita berjudul “Rizayati Dituding Wanita Penipu Ulung” yang terbit di metroaceh.com pada 20 Agustus 2020. Berita tersebut mengungkap tentang dugaan Rizayati melakukan penipuan uang terhadap ratusan orang.

Dewan Pers telah menangani sengketa pemberitaan itu dengan menerbitkan Pernyataan Penilaian dan Rekomendasi (PPR) Nomor 41/PPR-DP/X/2020. Bahrul dan medianya juga telah melaksanakan rekomendasi Dewan Pers.

Namun, pada Selasa (28/09/2021), Bahrul justru menerima surat pemanggilan pemeriksaan melalui WhatsApp dari penyidik Ditreskrimsus Polda Aceh. Dari surat pemanggilan tersebut, diketahui kasus Bahrul telah dinaikkan dari penyelidikan menjadi penyidikan pada 26 Agustus 2021.

AJI Lhokseumawe dan EW-LMND Aceh mendesak Dewan Pers segera membentuk Satuan Tugas Anti-Kekerasan terhadap jurnalis Bahrul untuk mengawal penghentian kasus kriminalisasi tersebut. Dewan Pers harus aktif melakukan monitoring atas implementasi MoU antara Kapolri dan Dewan Pers. Dewan Pers juga harus proaktif mendesak Polri untuk menghentikan kasus-kasus pemidanaan karya jurnalistik.

“Jangan sampai kemudian peristiwa pemidanaan yang menimpa jurnalis Asrul, di Palopo, Sulawesi, atas karya jurnalistiknya, terulang kembali atau terjadi terhadap jurnalis Bahrul di Aceh, dan jurnalis-jurnalis di daerah lainnya,” tegas Agam.

AJI Lhokseumawe dan EW-LMND Aceh turut menyampaikan tentang kasus teror yang dialami Asnawi, jurnalis Serambi Indonesia di Aceh Tenggara. Rumah milik Asnawi di Desa Lawe Loning Aman, Kecamatan Lawe Sigala-gala, Aceh Tenggara, hangus dalam kebakaran pada Selasa (30/7/2019), dinihari. Hasil Laboratorium Forensik (Labfor) Mabes Polri Cabang Medan, menyatakan rumah itu bukan terbakar, melainkan dibakar.

Namun, kasus pembakaran rumah jurnalis Asnawi yang terjadi lebih dua tahun lalu itu sampai sekarang belum terungkap pelakunya. “Polda Aceh harus mengusut tuntas kasus tersebut, segera menangkap pelakunya termasuk aktor di balik kasus teror terhadap jurnalis Asnawi,” kata Agam.

Terakhir, AJI Lhokseumawe mengimbau semua jurnalis agar selalu menaati UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik dalam menjalankan tugas untuk mengabarkan informasi kepada publik.

Setelah pembacaan pernyataan sikap tersebut, para peserta aksi membubarkan diri dengan tertib, sekitar pukul 21.30 WIB.

“Teatrikal, baca puisi, dan menyanyikan lagu tentang penindasan yang kita tampilkan dalam aksi tadi, itu disiapkan tim LMND bersama AJI Lhokseumawe hanya dalam waktu 1×24 jam. Ini semua dilakukan kawan-kawan solidaritas untuk jurnalis Nurhadi, Asrul, Bahrul, Asnawi, dan lainnya, untuk demokrasi dan kebebasan pers,” tutur Munzir, aktivis LMND Aceh.[]

Share :

SHARE |

Leave a Comment

ARTIKEL TERKAIT

REKOMENDASI UNTUKMU