Mahkamah Konstitusi (MK), yang dipimpin Ketua MK Anwar Usman, kembali menggelar sidang kelima atas permohonan Nomor 5/PUU-XXI/2023 dan Nomor 6/PUU-XXI/2023 dalam perkara pengujian Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja pada hari Senin (27/3/2023). Merespon hal itu, DPR RI dalam petitumnya berpandangan bahwa permohonan tersebut tidak relevan karena telah kehilangan objek pengujiannya.
“Dikarenakan 21 Maret 2023 Perppu Nomor 2 Tahun 2022 sudah disetujui oleh DPR RI menjadi Undang-Undang, maka sudah seharusnya permohonan a quo menjadi tidak relevan untuk dilanjutkan karena telah kehilangan objek pengujian. Dan seyogyanya MK tidak melanjutkan permohonan pengujian a quo, ini petitum DPR RI ” ujar Anggota DPR RI Supriansa selaku pemberi keterangan mewakili tim kuasa hukum DPR RI.
Bahwa berdasarkan dalil-dalil tersebut, tuturnya, DPR RI memohon agar sekiranya Ketua Majelis MK memberikan berbagai amar putusan di antaranya sebagai berikut. Pertama, menyatakan bahwa para pemohon tidak memiliki kedudukan hukum atau legal standing, sehingga permohonan harus dinyatakan tidak dapat diterima, menolak permohonan a quo dalam pengujian formil untuk seluruhnya dan menerima keterangan DPR RI secara keseluruhan.
Selanjutnya, DPR RI menyatakan bahwa proses pembentukan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja atau dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 238, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6841) telah memenuhi pembentukan peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaga Negara Republik Indonesia Nomor 5234).
Serta, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan (Lembaran Negara Tahun 2019 Nomor 183, Tambahan Lembaga Negara Republik Indonesia Nomor 6398). Lebih lanjut, DPR RI menyatakan bahwa proses pembentukan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 238, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6841) tidak bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan tetap memiliki kekuatan hukum mengikat.
“Memerintahkan pembuatan amar putusan ini dalam berita negara sebagaimana mestinya dan apabila Yang Mulia Ketua Majelis MK berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya, ex aequo et bono. Demikian keterangan tertulis dari DPR RI disampaikan sebagai bahan pertimbangan bagi Yang Mulia Ketua Majelis MK untuk mengambil keputusan,” pungkas Legislator Fraksi Partai Golkar tersebut mengakhiri pandangan DPR RI.
Sebagaimana diketahui, sehubungan dengan adanya surat dari MK Nomor dengan nomor 264.6/PUU/PAN.MK/PS/03/2023 tertanggal 14 Maret 2023 perihal kepada DPR RI untuk menghadiri dan menyampaikan keterangan di persidangan MK terkait dengan permohonan pengujian formil Perppu Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja terhadap UUD NRI 1945 khususnya berkaitan Perkara Nomor 5/2023 Perppu Ciptaker yang diajukan oleh Dr. Hasrul Buamona, S.H.,M.H Dosen Hukum Kesehatan (Pemohon I), Siti Badriyah (Pengurus Migrant Care/Pemohon II), Harseto Setyadi Rajah (Konsultan Hukum/Pemohon III), Jati Puji Santoro (Wiraswasta/Pemohon IV).
Lalu Syaloom Mega G. Matitaputty (Mahasiswa FH Usahid/Pemohon V), Ananda Luthfia Rahmadhani (Mahasiswa FH Usahid/Pemohon VI), Dr. Wendra Yunaldi, S.H.,M.H, Dosen Muhammad Saleh, S.H., M.H. (Dosen/Peneliti), Federasi Serikat Pekerja Singaperbangsa (FSPS) diwakili oleh Ketua Umum DPP FSPS Deni Sunarya dan Muhammad Hafidz (Sekretaris Umum DPP FSPS) yang dalam hal ini memberikan kuasa kepada Viktor Santoso Tandiasa, S.H, M.H dan Zico Leonard Djagardo Simanjuntak SH MH (Advokat dan Konsultan Hukum) untuk selanjutnya disebut sebagai para pemohon Perkara 5.
Berikutnya, perkara Nomor 6/PUU/2023 yang diajukan oleh Konfederasi Serikat Guru Seluruh Indonesia yang disingkat KSBSI yang diwakili oleh Presiden Dewan Eksekutif Nasional KSBSI Elly Rosita Silaban dan Sekretaris Jenderal Dewan Eksekutif Nasional KSBSI Dedi Hardianto yang memberikan kuasa kepada Haris Manalu, S.H. dan advokat yang berkantor Lembaga Bantuan Hukum Konfederasi Serikat Guru Seluruh Indonesia atau LBH KSBSI untuk selanjutnya disebut para pemohon Perkara 6 selanjutnya secara bersama-sama disebut para pemohon. (pun/rdn)
31