Mahasiswa: rektor universitas malikussaleh harus bertanggung jawab atas dugaan 12 kasus pelecehan seksual yang terjadi di dalam kampus.
Mataaceh.com – Dugaan 12 kasus pelecehan seksual di Kampus Universitas Malikussaleh Kota Lhokseumawe, Aceh, menggemparkan publik. Menurut koordinator aksi muhammad tori, Pengakuan dari satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi ketika dihubungi di instagram mengakui sudah 12 kasus yang sudah ditangani oleh PPKS. Tapi sayang nya tidak ada keterbukaan informasi publik antara pihak kampus dengan mahasiswa sehingga ditakutkan hak-hak korban tidak dipenuhi oleh kampus. Sebaliknya, kampus tampak menutupi atau melindungi identitas pelaku.
Namun, pernyataan sebelumnya dari Ketua PPKS Unimal, Dr. Yusrizal dalam sebuah berita di media dia mengakui bahwa satgas PPKS Unimal telah menangani 9 kasus pelecehan seksual yang terjadi didalam Kampus Unimal. Hal ini membuat kekeliruan bagi publik khususnya bagi mahasiswa unimal dikarenakan pernyataan sebelumnya dari akun instagram satgas PPKS unimal ada 12 kasus yang telah di tangani ketika dihubungi lewat chat instagram oleh salah satu mahasiswa unimal. dari pernyataan ketua satgas PPKS unimal 9 (sembilan) kasus tersebut, enam kasus diantaranya dilakukan oleh warga atau masyarakat yang bukan sivitas akademika Unimal, kemudian dua kasus yang terjadi di internal sivitas akademika Unimal. Dari narasi tersebut Dr. Yusrizal telah memperlihatkan ambiguitasnya kepada publik dengan menjelaskan 8 kasus sedangkan diawal beliau mengatakan 9 kasus, hal ini menimbulkan pertanyaan bagi mahasiswa unimal mengapa 1 (satu) kasus tidak dipaparkan kepublik siapa pelakunya, apakah kasus pelecehan tersebut dilakukan oleh salah satu pimpinan universitas malikussaleh..?
Disini kami (mahasiswa) hanya mempertanyakan karena ketidakjelasan dari narasi ketua satgas ppks tersebut yang sebelumnya menyatakan 9 kasus pelecehan seksual, “ujar tori
Jumar selaku seklap juga mengatakan, seharusnya ketua PPKS Unimal memaparkan ke publik atas rekomendasi sanksi administratif kepada pelaku pelecehan seksual sesuai dengan sanksi yang telah diatur dalam permendikti nomor 30 tahun 2021 tentang pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkup perguruan tinggi.
Didalam pasal 14 permendikti nomor 30 tahun 2021 disebutkan salah satu sanksi yang harus diterima oleh pelaku yaitu teguran tertulis atau pernyataan permohonan maaf secara tertulis yang dipublikasikan di internal kampus atau media massa. Sejauh ini kampus belum pernah mempublikasikan teguran tertulis maupun pernyataan maaf dari pelaku pelecehan seksual, seakan-akan kampus telah menutupi identitas pelaku dengan tidak menjalankan pasal 14 permendikti nomor 30 tahun 2021.
Dan mereka (ketua satgas PPKS unimal dan rektor Unimal) telah mengkhianati ribuan mahasiswa unimal yang menaruh harapan pada permendikti nomor 30 tahun 2021. seharusnya, jika peraturan tersebut dijalankan degan baik tentunya mahasiswi bisa lebih antisipasi bahkan bisa menyelamatkan diri dari predator seksual didalam kampus maupun diluar kampus. Bahkan dalam pasal 18 permendikti nomor 30 tahun 2021 juga di jelaskan tentang pengenaan sanksi administratif tidak boleh menyampingkan sanksi pidana yang harus diterima pelaku sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Seharusnya 9 kasus yang telah diakui oleh ketua satgas PPKS unimal bukan hanya mendapatkan sanksi di dalam kampus akan tetapi pelaku juga harus menerima sanksi pidana sesuai peraturan per undang undangan, “kata jumar
Tidak sampai disitu jumar juga mengatakan satgas ppks unimal dan rektor unimal telah melanggar Undang-Undang No. 14 tahun 2008, tentang Keterbukaan Informasi Publik. Karna pada dasarnya, hak memperoleh informasi merupakan hak asasi manusia dan keterbukaan informasi publik merupakan salah satu ciri penting kampus demokratis yang menjunjung tinggi kedaulatan mahasiswa untuk mewujudkan penyelenggaraan kampus yang baik.
Kemudian, Penanggung jawab aksi Rizal bahari juga menambahkan, selain pidana dan denda sanksi lain bisa berupa pengumuman indetitas pelaku, hal ini diatur didalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
Rizal juga menjelaskan, perbuatan menyembunyikan orang yang melakukan kejahatan atau memberikan pertolongan kepada pelaku bisa dikenakan sanksi pidana sebagaimana di atur didalam pasal 221 ayat (1) KUHP.
Baik satgas PPKS ataupun Rektor Unimal mereka sama-sama melakukan dugaan penghalangan keadilan (Obstruction of Justice) yang berarti suatu tindakan untuk menghalangi proses pidana, yaitu upaya untuk menghalangi dan melakukan tindakan yang menghalangi proses pidana. Dugaan Perbuatan menutupi indetitas pelaku pelecehan seksual yang dilakukan oleh satgas PPKS Unimal maupun Rektor unimal, dan dugaan tindakan Suap dapat dipandang sebagai tindakan yang menghalang-halangi proses pidana. Ujar rizal .
Rizal juga mempertegas, perbuatan yang dilakukan oleh pihak satgas PPKS unimal maupun Rektor unimal yaitu melakukan dugaan penghalangan keadilan (obstruction of justice) Itu harus diberikan sanksi pidana sebagaimana yang telah diatur didalam pasal 221 ayat (1) KUHP.
Dan kami mahasiswa unimal mendesak satgas PPKS unimal dan Rektor Unimal untuk menuntaskan kasus pelecehan seksual yang telah diakui oleh ketua satgas PPKS unimal melalui pernyataan disebuah media berita sesuai dengan permendikti nomor 30 tahun 2021 dan perundang-undangan, atau tidak kami akan menyurati Komnas perempuan, LPSK, dan lembaga bantuan hukum (LBH), dan semua yang terlibat tindak pidana pelecehan seksual termasuk pihak satgas PPKS unimal maupun rektor Unimal yang melakukan dugaan tindakan penghalangan keadilan (obstruction of justice) dengan memberikan perlindungan kepada pelaku pelecehan seksual harus diberikan sanksi pidana sesuai yang telah di atur didalam undang undang 1945, “pungkas rizal.