Home Archives

Ummu Aiman, Pengasuh Nabi yang Dijamin Masuk Surga

SHARE |

Perjalanan Rasulullah tidak lepas dari sosok Barakah binti Tsa’labah bin Hishn bin Malik al-Habasyiyah atau lebih dikenal dengan Ummu Aiman. Dipanggil Ummu Aiman (Ibunya Aiman) karena putra pertama hasil pernikahannya dengan Ubaid bin Zaid itu bernama Aiman. Setelah suaminya meninggal, Ummu Aiman menikah dengan Zaid bin Haritsah dan dikaruniai putra bernama Usamah, yang dijuluki Hibbu Rasulillah (kesayangan Rasulullah).

Ummu Aiman mulanya adalah hamba sahaya milik Sayyid Abdullah bin Abdul Muthalib yang kemudian diwariskan kepada Rasulullah. Menurut satu pendapat, Ummu Aiman adalah hamba sahaya milik Sayyidah Aminah. Pendapat lain juga menyebutkan bahwa Beliau adalah hamba sahaya milik Abdullah yang diwariskan kepada Aminah, kemudian diwariskan lagi kepada Rasulullah. (Muhammad Amin bin Abdullah al-Harari, Kaukabul Wahhaj fi Syarah Shohih Muslim bin Hajjaj, [Jeddah: Darul Minhaj, cet.ke-1, 2009], jilid XXIII, halaman 615).

Ummu Aiman berhijrah ke Madinah pada saat panas menyengat tanpa ditemani siapa pun. Tiba-tiba ia mendengar desiran suara dari arah atas. Ketika mendongak, ternyata ada timba air dari langit menuju kepadanya. Ummu Aiman kemudian minum dari timba itu dan selamanya tak pernah merasa haus lagi. Bahkan, Ummu Aiman pernah sengaja berpuasa di waktu yang sangat panas agar bisa merasakan haus, namun tetap tidak bisa. (Muhammad Ali bin Muhammad Ibn Allan as Shiddiqi, Dalilul Falihin Syarah Riyadlis Shalihin, [Beirut: Darul Ma’rifah,cet.ke-4, 2004], jilid III, halaman 222).

Rasulullah sangat menghormati dan berbuat baik kepada Ummu Aiman layaknya seorang anak kepada ibunya, tidak hanya itu Rasulullah juga sering mengunjunginya. Hubungan antara pengasuh dan yang diasuh ini layaknya orang tua dan anak. Hal ini tercatat dalam Shahih Muslim yang menyebutkan cerita Anas bin Malik:

“Rasulullah Saw. pergi ke rumah Ummu Aiman dan aku pergi bersama beliau. Kemudian Ummu Aiman memberikan wadah berisi air minum kepada Rasulullah. Anas berkata: Aku tidak tahu apakah Ummu Aiman memberikannya bertepatan dengan Rasulullah sedang berpuasa atau memang Rasulullah tidak ingin minum. Lalu Ummu Aiman bersuara meninggi dan mengomel kepada beliau.”

Biasanya, setinggi apapun pangkat anak, bagi seorang ibu akan menganggapnya seolah masih anak kecil yang perlu diperhatikan. Begitu pun dengan omelan Ummu Aiman yang seperti seorang ibu kepada putranya ini menunjukkan rasa cintanya yang besar kepada Rasulullah dan harapannya yang tinggi agar Rasulullah mau meminum apa yang disuguhkannya. Sebaliknya, Rasulullah pun sangat tawadhu dan menghormati Ummu Aiman layaknya pada seorang ibu.

Dalam hadits lain disebutkan bahwa Rasul bersabda:

أم أيمن أمي بعد أمي

Artinya, “Ummu Aiman adalah ibuku setelah (wafatnya) ibuku” (HR. Ibnu Asakir dan Ibn Atsir).   Ketika suami pertama Ummu Aiman meninggal, Rasulullah bersabda dalam hadits mursal riwayat Ibn Sa’d dari Sufyan bin Uqbah:  

“Siapa pun yang gembira menikah dengan perempuan penduduk surga, maka menikahlah dengan Ummu Aiman, Barakah.”

Akhirnya Ummu Aiman menikah dengan Zaid bin Haritsah yang pernah menjadi putra angkat Rasulullah. Kehidupan Rasulullah Saw. dan Ummu Aiman terkadang juga diselingi gurauan. Dalam hadits riwayat Ibnu Abi Dunya diceritakan bahwa Ummu Aiman datang kepada Rasulullah Saw, lalu terjadi dialog berikut:

“Ummu Aiman berkata, sesungguhnya suami saya mengundang Anda. Rasulullah pun menjawab, siapa dia? apakah orang yang di matanya ada putih-putihnya?’ Ummu Aiman menjawab, Demi Allah, di matanya tidak ada putih-putihnya. Rasul berkata lagi, Iya, sungguh di matanya ada putih-putihnya. Ummu Aiman menimpali, tidak ada, Demi Allah. Kemudian Rasulullah bersabda, tidak ada seorang pun kecuali di matanya ada putih-putihnya”

Tidak hanya itu, Ummu Aiman juga berkali-kali ikut serta di medan pertempuran bersama Rasulullah. Ia membantu merawat para pasukan yang terluka. Suaminya, Zaid bin Haritsah, adalah panglima perang yang gugur saat Perang Mu’tah. Putra pertamanya, yakni Aiman, juga merupakan pejuang yang gugur saat perang Hunain. Ia juga merupakan khadam Rasulullah yang membawa alat bersuci beliau. Sedangkan putra kedua Ummu Aiman, Usamah, adalah orang terdekat Rasulullah yang diangkat menjadi panglima perang saat usia sekitar 20 tahun dan merupakan panglima perang terakhir yang ditunjuk langsung oleh Rasulullah.

Ummu Aiman masih hidup lama setelah Rasulullah wafat. Ia wafat pada awal kekhalifahan Sayyidina Utsman, sebagaimana keterangan Imam Al-Waqidi yang dinukil oleh Ibn Katsir. Dalam keterangan Ibn Atsir, ia wafat lima bulan setelah Nabi wafat, seperti disebutkan dalam Dalilul Falihin. Sepeninggal Rasulullah, Abu Bakar dan Umar mengunjungi Ummu Aiman, meneruskan sunnah Rasulullah yang sering mengunjunginya, sebagaimana disebutkan dalam Shahih Muslim, dari Anas bin Malik. (Ismail bin Umar bin Katsir, Al Bidayah wan Nihayah, [Beirut: Darul Fikr, 1985], jilid V, halaman 326).

Demikianlah. Ummu Aiman mungkin satu-satunya sahabat yang menemani Rasulullah sejak kecil hingga wafat. Ia juga ikut hijrah ke Habasyah dan Madinah serta mengikuti beberapa perang bersama Rasul. Ia memegang peranan penting dalam kehidupan Rasulullah. Wallahu a‘lam.  

Sumber: islam.nu.or.id/sirah-nabawiy

Share :

SHARE |

Leave a Comment

ARTIKEL TERKAIT

REKOMENDASI UNTUKMU