Lhokseumawe – Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Lhokseumawe – Aceh Utara meminta Kajari Aceh Utara tidak lamban dalam memproses hukum, robohnya Benton Pengendali Banjir Krueng Buloh Senin, (24/05/2021).
Menurut HMI sejauh ini Kejaksaan Negeri Lhoksukon dinilai lamban, dikarenakan hasil laboratorium sudah keluar sejak februari 2021, bahkan Kepala Kejaksaan saat itu mengukapkan bahwa ada indikasi ketidaksesuaian kontrak dengan pengerjaan sehingga robohnya beton tersebut.
Namun paska pergantian kepala kejaksaan sampai saat ini HMI belum melihat proses hukum yang berjalan, bahkan 3 bulan berjalan masih dalam proses pemeriksaaan saksi.
Penyataaan Inspektorat Provinsi Aceh kepada media, terkaid semua pihak harus bertanggungjawab pun dinilai nihil, dikarenakan belum ada seorangpun menyatakan bertanggungjawab atas robohnya proyek pengendali banjir krueng buloh tersebut.
Harusnya Rekanan, Konsultan pengawas, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), serta Provisional Hand Over (PHO), Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Pengguna Anggaran dengan berani menyatakan bertanggung jawab kepada publik.
Pembangunan Proyek Pengendalian Banjir yang biaya tercatat dalam pagu anggaran senilai Rp Rp11.329.848.200 dengan HPSRp11.329.350.219,23 dibawah Dinas Pengairan Aceh ini sangat dibutuhkan masyarakat, namun disayangkan belum dirasakan manfaatnya terlanjur roboh tak lama selesai dibangun.
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) berharap pihak penyidik berkerja cepat dalam mengusut dugaaan Korupsi robohnya Proyek pengedali banjir krueng Buloh sehingga publik mengetahui siapa yang bertanggung jawab atas roboh proyek tersebut.
Kami juga meyakini Kejaksaan Negeri Lhoksukon dapat menustaskan kasus ini dengan cepat, dan terbuka dikarenakan proyek semisal dari di kota Lhoksumawe sudah menerima hasil audit kerugian negara dari BPKP.
Kabid PAO HMI Cabang Lhokseumawe – Aceh Utara (Fahrul Razi).
Laporan : (Rizki F)