SMUR: BPN Jangan Bungkam Atas Kisruh Sangketa Lahan Warga Kilometer VIII Dengan PT Sadya Agung.

Oleh

Oleh

Lhokseumawe | Ikramullah, sekretaris Komite Pimpinan Wilayah (KPW) – Solidaritas mahasiswa untuk rakyat(SMUR) kota LSM-ACUT, menanggapi balasan stetmen Bantahan tersebut di sampaikan oleh pihak Perusahaan PT. Satya Agung melalui surat No : 355/SAG/IX/2021 yang di tujukan kepada Pimpinan Redaksi sejumlah media yang memberitakan soal dugaan penyerobotan tanah yang di lakukan oleh PT S.A. hal ini menunjukkan bahwa PT Satya agung mulai panik atas beredarnya beberapa media terkait PT S.A yang telah menyerobot lahan warga kilometer VIII, hal ni dapat kita buktikan dengan beberapa bukti salah satunya peta Gampong kilometer VIII yang sudah ada sebelum PT S.A beroperasi di wilayah desa tersebut.

Semenjak HGU pertama PT Satya agung disahkan jika kita merujuk pada pasal 12 ayat (1) PP No.40/1996 yang menjelaskan bahwa kewajiban pemegang sertifikat HGU, perseroan tersebut seharusnya malaksanakan kewajiban seperti Membangun dan memelihara prasarana lingkungan dan fasilitas tanah yang ada dalam lingkungan areal HGU dan Juga memelihara keseburan tanah. Dan kemudian jika kita menerawang lebih jauh Undang-Undang (UU) Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan mewajibkan setiap perusahaan perkebunan memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar paling rendah seluas 20 % ri total luas areal kebun yang diusahakan, seperti diatur dalam Pasal 58, Pasal 59 dan Pasal 60. Tetapi pada prakteknya sampai sekarang masyarakat tidak pernah menikmati hasil dari 20% ril total HGU PT Satya agung.

Hasil investigasi kami dari SMUR pihak PT sendiri belum pernah melakukan upaya mediasi dengan masyarakat kilometer VIII, jika dalam pemberitaan berbagai media bahwa PT Satya agung sudah melakukan mediasi dengan masyarakat hal itu tidak benar karena menurut hasil informasi yang kami terima dari masyarakat kilometer VIII PT Satya agung malah buang badan atas tindak sanketa lahan warga.

Dalam konflik sangketa lahan dengan PT Satya agung BPN jangan bungkam, seolah olah BPN tidak ikut terlibat dalam konflik berkepanjangan sehingga terjadi kisruh antar warga kilometer VIII dengan PT Satya agung, pihak BPN harus turun ulang untuk mengukur kembali HGU PT Satya agung jangan hanya duduk manis di atas penderitaan rakyat karena rakyat adalah hukum tertinggi yang tidak dapat di ganggu gugat.

Sampai sekarang negara melalui BPN terkesan seolah tidak mau peduli akan permasalahan yang sedang dihadapi oleh masyarakat Gampong kilometer VIII, jika hal ini terus diabaikan maka akan memperkuat argumentasi rakyat tentang ketidakbecusan negara dalam mensejahterakan mereka.

Segera sahkan rancangan qanun pertanahan.

Konflik agraria di Aceh semakin meresahkan, dalam beberapa waktu lalu telah terjadi beberapa kasus konflik agraria di Aceh, konflik tersebut seolah tidak sampai ke telinga para penguasa, entah mereka tidak mendengarkan entah mereka tidak peduli atau mungkin mereka terlibat pula dalam akumulasi modal tersebut.

Dalam hal ini kami dari KPW SMUR LSM-ACUT meminta kepada DPRA untuk segera mensahkan rancangan qanun pertanahan tersebut, sehingga hal ini dapat menjadi jawaban akan konflik agraria di Aceh.

Karena persoalan tanah merupakan persoalan utama tempat Masyarakat mencari penghidupan, maka penting rasanya untuk rancangan qanun tersebut segera disahkan, mengingat qanun tersebut pun sudah beberapa kali masuk kedalam program legislasi Aceh (prolega) namun tidak pernah sampai ketok palu.

mahasiswa

BERITA TERKAIT

BERITA TERKINI

ARTIKEL TERPOPULER
1
2
3
4
5
Opini Text