Lhoksukon — PT Pembangunan Perumahan (PP) sebagai kontraktor pelaksana pembangunan pabrik pupuk NPK milik PT PIM dituding lebih doyan mempekerjakan warga luar daerah. Tak tanggung, salah satu perusahaan sub kontrak dikabarkan mempekerjakan lebih dari tujuh puluh persen tenaga kerja dari luar daerah.
Informasi yang dihimpun media ini menyebutkan, PT PP tidak merekrut para pemuda lokal untuk bekerja sebagai tenaga buruh, tenaga skill dan ahli pada pekerjaan konstruksi pabrik pupuk NPK – PIM. Para rekanan sub kontrak disebut lebih suka menggunakan tenaga kerja asal luar daerah.
Seperti contoh rekanan sub kontrak bidang kerja instalasi perpipaan (piping) yakni PT Indo Fuji. Dari perkiraan 100 orang lebih tenaga kerja dibawah naungan perusahaan tersebut, hanya sepertiganya saja warga lokal. Sisanya didatangkan dari berbagai daerah di tanah air.
“Selebihnya orang luar semua. Padahal tenaga skill perpipaan khususnya putra asal Kecamatan Dewantara dan sekitarnya atau di Aceh sangat banyak untuk bidang ini. Kenapa harus dipekerjakan tenaga luar daerah” kata tokoh muda wilayah barat Kabupaten Aceh Utara yang juga Ketua Umum Komunitas Gusuran Industri Fertilizer, Murdani LB kepada media ini, Rabu (27/10/21).
Menurut dia, seharusnya perusahaan BUMN tersebut meminta rekanan sub kontrak agar memprioritaskan putra daerah dalam komitmen perjanjiannya. Dalam proses konstruksi pabrik pupuk NPK, Murdani menganggap kesediaan tenaga lokal masih mencukupi karena kualifikasi yang dibutuhkan masih standar.
“Kita sadar dengan kehadiran pabrik NPK ini dapat menggerakkan roda perekonomian daerah ini sebagai sebuah kawasan industri, apabila sudah beroperasi. Sekarang tahap konstruksi. Seharusnya warga lokal mendapat prioritas” kata Murdani.
Apalagi, di saat pandemi Covid-19 seperti sekarang ini, ekonomi warga cenderung sulit. Lapangan pekerjaan jangka pendek seperti ini dia sebut sebagai salah satu solusi.
Kinerja Pokja Dipertanyakan
Selain manajemen PT PP dan rekanan sub kontrak yang dia sebut abai terhadap persoalan tenaga kerja, Murdani LB juga menyebut Pokja yang dibentuk oleh komunitas warga lingkungan perusahaan tidak bekerja sesuai harapan.
Pasalnya, dengan banyaknya warga luar daerah yang dipekerjakan pada tahap konstruksi ini, Pokja disebut tidak jeli. Pokja dianggap hanya sebagai boneka perusahaan atau pihak tertentu.
“Padahal salah satu fungsi Pokja ini untuk menyaring tenaga kerja yang akan dipekerjakan pada tahap konstruksi. Tetapi kenapa malah mereka tidak bereaksi apa-apa. Untuk itu kita minta kinerja Pokja ini dievaluasi dan diaudit” ujar Murdani LB.
Sekedar catatan, untuk mengakomodir tuntutan tenaga kerja lokal pada saat awal pembangunan pabrik NPK milik PT PIM, dibentuk kelompok kerja yang berasal dari Pemkab Aceh Utara diwakili oleh Muspika Dewantara sebagai penasihat, para geuchik (kepala desa) dan tokoh masyarakat setempat.
Sejak dibentuk, Pokja diketui oleh Ir Agusseha yang saat itu menjabat Geuchik Tambon Tunong. Namun seiring dengan berakhirnya tugas Ir Agusseha sebagai geuchik, kapasitas jabatannya sebagai ketua Pokja juga dipertanyakan.
Dihubungi melalui sambungan telpon, Humas PT PP Job NPK-PIM, Maulana malah meminta wartawan menghubungi humas PT Indofuji.
“Kita sudah memediasi dan koordinasi antara PT Indofuji dan dihadiri ketua Pokja agar merekrut tenaga kerja lokal seperti subcon-subcon yang telah ada. Langsung saja dihubungi ke humas Indofuji bang” kata Maulana melalui pesan whatsapp.
Sementara Humas PT Indofuji, Indra Infantri membantah tudingan tersebut. Dia justru mengklaim para pekerja dibawah naungan perusahaannya mayoritas merupakan warga Aceh.
“Dari 120 orang karyawan dapat saya pastikan 80 orang itu orang Aceh dan 50 orang diantaranya merupakan warga Dewantara dan sekitarnya” ujar Indra.
Dia juga memuji perusahaannya yang dia klaim lebih terbuka pada saat proses perekrutan. Hal ini dia nilai berbeda seperti yang dilakukan perusahaan sub kon lainnya seperti PT Abad Jaya dan PT Poe Meurah.
“Kami masih ada juga upaya untuk mempublikasikan permintaan karyawan baik ditempel di Disnaker maupun melalui medsos dan internet. Kalau tidak salah ada 8 perusahaan sub-kon, tapi mereka tidak terbuka seperti kami” ujarnya.
Sementara Ketua Pokja, Ir Agusseha tidak bersedia dkonfirmasi. Dia berdalih sedang ada rapat.