Aceh Utara – Solidaritas Mahasiswa Untuk Rakyat (SMUR) Aceh Utara-Lhokseumawe, menyesalkan pertemuan Komisi l dengan PT Satya Agung yang dinilai sepihak, kritikkan ini butut kekecewaan kami terhadap komisi l, persoalan nya permasalahan sengketa lahan yang terjadi antara PT Satya Agung dengan desa Kilometer 8 kecamatan Simpang Keramat Kabupaten Aceh Utara, tidak mendapatkan titik terang sampai saat ini.
Perjalanan panjang kehadiran PT Satya Agung di desa tersebut telah menjadikan wilayah desa masuk kedalam HGU PT atau lebih tepatnya wilayah desa telah diserobot oleh PT Satya Agung.
Informasi ini di sampaikan dalam siaran pers yang diterima media ini via WhatsApp, Selasa, (15/2/2022). Diketahui, Konflik yang terjadi kian memanas sehingga membuat warga menuntut kembali hak atas tanahnya, dikarenakan warga desa merasa memiliki hak atas tanah tersebut.
Dibuktikan dengan peta desa yang berumur lebih tua dari pada HGU pertama PT tersebut dan juga ada Masyarakat yang memegang sertifikat tanah yang umurnya lebih tua dari HGU kedua PT tersebut namun tanah hari ini tanah itu telah masuk kedalam HGU PT Satya Agung.
Ikram mengatakan, Pihak warga desa pun sudah mengadukan permasalahan ini ke tingkat DPRA terkhusus komisi I yang menangani tentang pertanahan di Aceh, namun setelah sempat tak terdengar kabar selama 2 bulan setelah pihak DPRA turun langsung ke desa untuk meninjau, warga desa dikejutkan dengan rilis berita yang mengatakan bahwa pihak DPRA dan PT Setya Agung sudah melakukan pertemuan dan mendapatkan hasil tanpa sepengetahuan dan kesepakatan bersama warga.
Pihak PT Satya Agung mengatakan bahwa mereka akan memberikan plasma sebagai jalan alternatif untuk menyelesaikan sengketa tersebut, namun yang patut diketahui bahwa pemberian plasma oleh PT itu adalah hal yang bersifat wajib dan diatur dalam undang-undang no 39 tahun 2014 tentang perkebunan yang bunyinya “Mewajibkan setiap perusahaan perkebunan memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar paling rendah seluas 20 persen dari total luas area kebun yang diusahakan, seperti yang diatur dalam pasal 58,59 dan 60”, tetapi pada praktiknya sampai sekarang masyarakat tidak pernah merasakan hasil dari 20% total HGU PT Satya Agung.
Dan juga baru-baru ini pihak PT Satya Agung melanggar status quo terhadap lahan yang sedang bersengketa, pelanggaran tersebut dilakukan dengan pengerokan lahan di dalam kawasan yang sedang bersengketa. Ujar ikram.
Sambungnya, Kami Menyesalkan sikap spontan DPRA yang mendukung pemberian plasma oleh PT Satya Agung, dimana sebelumnya kepada DPRA kami telah meminta untuk dilakukan pengukuran ulang, namun alih-alih itu dilakukan pihak DPRA justru mengiyakan pemberian plasma oleh pihak PT.
Dengan ini kami menegaskan beberapa poin.
1. Masyarakat Kilometer 8 tetap pada pendirian pertama yaitu harus dilakukan pengukuran ulang, dikarenakan warga desa memiliki hak atas tanahnya.
2. Kami menyayangkan statement dari Humas PT Satya Agung yang menyebutkan bahwa plasma adalah salah satu jalan terakhir, yang artinya ketika masyarakat menerima plasma, pengukuran tidak dilakukan lagi, padahal seperti yang kita ketahui bahwa plasma tersebut merupakan suatu kewajiban bagi PT yang seharusnya direalisasikan untuk masyarakat bukan malah dijadikan sebagai suatu langkah penyelesaian konflik lahan.
3. Kami menyayangkan statement dari DPRA komisi I yang mengatakan bahwa pihak masyarakat perlu edukasi agar paham manfaat menjalin kerjasama dengan PT dan juga dukungan DPRA terhadap realisasi plasma, mereka juga mengatakan bahwa ketika plasma hadir pengukuran ulang tidak perlu dilakukan lagi, ini menunjukkan bahwa DPRA tidak mengetahui peraturan yang berlaku, padahal dalam Permentan no. 26 tahun 2007 mengatur khusus tentang kewajiban perusahaan melakukan plasma 20% dari total izin HGU yang dimiliki. Dan untuk dapat menjalankan plasma harus memiliki batas-batas HGU yang jelas.
4. Kasus ini sudah sangat berlarut larut dan masyarakat desa Kilometer 8 telah melakukan beberapa langkah untuk penyelesaian kasus ini, Tetapi sampai saat ini setelah pengaduan masyarakat ke DPRA bahwa mereka telah benar-benar kehilangan mata pencaharian yang sudah dirampas oleh PT Satya Agung, masyarakat masih terombang-ambing dalam ketidakjelasan yang diberikan oleh pihak yang bersangkutan.
124