Mataaceh.com |Jakarta – Seorang warga Manado, Oldy Arthur Mumu (43), korban dugaan kriminalisasi oknum aparat penegak hukum di daerahnya mendatangi Sekretariat Nasional Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) di Jakarta untuk meminta pendampingan hukum dan membantu usahanya mencari keadilan, Sabtu, 19 Februari 2022. Merespon permintaan tersebut, Ketua Umum PPWI, Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, MA, menyatakan siap memberikan pendampingan dan pembelaan hukum terhadap Arthur Mumu, yang juga merupakan anggota PPWI Sulut ini.
“PPWI Nasional akan menyiapkan tim khusus untuk membantu memberikan pendampingan dan pembelaan hukum kepada rekan wartawan Sulut, Oldy Arthur Mumu. Kita siapkan tim advokat Jakarta dan Manado,” jelas alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 itu kepada para pemimpin media massa yang tergabung dalam jaringan PPWI Media Group usai menerima kunjungan Arthur Mumu, Sabtu, 19 Februari 2022.
Sebagaimana viral diberitakan di berbagai media online, Arthur adalah wartawan Sulawesi Utara yang berupaya mengungkap kasus dugaan penyerobotan tanah yang diduga dilakukan oleh seorang pengusaha tajir asal Manado, Ridwan Sugianto. Seperti dikutip dari Koran Online Pewarta Indonesia (KOPI), Arthur dilaporkan oleh pemilik supermarket dengan merek Jumbo Pasar Swalayan ke Polda Sulut dengan tuduhan melakukan pencemaran nama baik melalui teknologi informasi alias melanggar UU Informasi dan Transaksi Elektronik [1]. Ridwan keberatan atas postingan video live di akun facebook Arthur Mumu yang mengatakan: “Kawal kasus penguasaan hak dan pemalsuan oleh Ridwan Jumbo atas tanah milik ahli waris Glen Kemba Serentu dan Violieta Chorhelia Mailoor yang dilaporkan ke Polda Sulut.” Video live ini dilakukan oleh Arthur Mumu langsung dari lokasi tanah kedua ahli waris yang dibelanya.
Menurut Arthur Mumu, apa yang dia sampaikan itu adalah informasi yang benar, faktual, dan bukan kebohongan. Kedua ahli waris memang benar telah melaporkan Ridwan Sugianto ke Polda Sulut terkait dugaan penyerobotan tanah waris mereka dengan alat bukti adanya pagar yang dibuat oleh Ridwan Sugianto dan material bangunan di atas tanah mereka.
Tidak jelas alasannya, penyidik Polda Sulut selanjutnya menghentikan penyelidikan atas laporan Glen dan Violieta, walaupun BPN Manado telah memberikan keterangan bahwa benar telah terjadi penyerobotan tanah kedua ahli waris dan pembuatan sertifikat palsu atas tanah itu. Sangat patut diduga bahwa penerbitan SP3 (Surat Pemberitahuan Penghentian Penyelidikan) atas laporan itu dilakukan agar video live yang dibuat Arthur Mumu dapat dikategorikan sebagai kebohongan atau informasi yang tidak benar.
Dengan demikian, LP yang dibuat oleh Ridwan ‘orang berduit’ Sugianto mendapatkan pijakan yang kuat untuk dilanjutkan ke tahap penyidikan dan selanjutnya dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi Sulut. Proses berikutnya terserah majelis hakim yang mengadilinya di PN Manado. Melalui industri hukum yang dimainkan, proses berlangsung dengan lancar, Arthur diganjar 9 bulan kurungan penjara. Benarlah ungkapan KH. A. Mustofa Bisri dalam sebuah puisinya: ‘penegak keadilan jalannya miring, hakim main mata dengan maling, penuntut keadilan kepalanya pusing’ [2].
Seperti halnya Jenderal Douglas MacArthur, panglima perang sekutu pada PD II lalu, Oldy Arthur Mumu, tidak gampang menyerah menghadapi kezaliman rekayasa hukum yang dilakukan para oknum mafia berbaju hukum di negara ini. Dia seorang diri mendaftarkan permohonan banding atas vonis bersalah yang dihadiahkan oleh PN Manado.
Namun, Themis si Dewi Keadilan ternyata masih lelap tertidur akibat bius-racun para penjaganya. Majelis hakim Pengadilan Tinggi Sulawesi Utara menolak permohonan banding dari korban kriminalisasi, Oldy Arthur Mumu. Dalam salinan putusan setebal 11 halaman itu, majelis hakim banding PT Sulut memperkuat putusan Pengadilan Negeri (PN) Manado yang menghukum Arthur dengan 9 bulan kurungan penjara.
Dugaan pemaksaan hukuman ke korban kriminalisasi Arthur Mumu semakin kuat dengan munculnya putusan PT Sulut atas kasus ini. Pasalnya, bersamaan dengan salinan putusan yang diterima Arthur melalui kiriman pesan WhatsApp oleh Kejati Sulut, Elseus Salakori, SH, MH, disampaikan juga bahwa putusan banding tersebut dinyatakan sudah berkekuatan hukum tetap alias inkracht van gewijsde. Hal itu tertuang dalam catatan Panitera Pengadilan Negeri Manado yang ditandatangani pada tanggal 11 Januari 2022 oleh M. Abduh Abas, SH yang dikirimkan bersamaan dengan salinan putusan majelis hakim banding oleh Kejati Sulut kepada Arthur Mumu. Catatan itu berbunyi: Putusan Nomor 117/PID/2021/PT Mnd dinyatakan telah berkekuatan hukum tetap sejak tanggal 31 Desember 2021 berhubung terdakwa dan Jaksa Penuntut Umum menerima atau tidak mengajukan upaya hukum kasasi.
“Ini benar-benar sebuah kebiadaban hukum yang dipertontonkan dengan vulgar oleh oknum di lembaga-lembaga peradilan di Sulut itu. Bagaimana mungkin Arthur Mumu bisa melakukan upaya hukum kasasi ketika pemberitahuan tentang putusan hakim banding disampaikan kepadanya pada tanggal 31 Januari 2022 hanya melalui pesan WhatsApp oleh Kejati Sulut? Fakta ini mengindikasikan bahwa pihak pengadilan diduga kuat sengaja tidak memberitahukan terdakwa terkait putusan permohonan banding yang bersangkutan dan langsung memutuskan secara sepihak bahwa terdakwa menerima dan tidak melakukan perlawanan melalui upaya hukum kasasi. Ini benar-benar perlakuan sadis oknum aparat hukum terhadap warga negara menggunakan pedang hukum!” kata Ketum PPWI, Wilson Lalengke, mengomentari fenomena hukum acak-kadut itu beberapa waktu lalu.
Sejalan dengan pernyataan Lalengke, pengacara kondang Dolfie Rompas, SH, MH mengatakan bahwa putusan majelis hakim di tingkat banding terhadap kasus kriminalisasi wartawan Arthur Mumu tidak sah dan otomatis dapat dibatalkan demi hukum. “Suatu putusan yang nyata-nyata melanggar KUHAP, tidak sesuai prosedur, maka putusan tersebut cacat formil. Akibatnya, putusan itu dinyatakan tidak sah yang oleh karenanya harus dibatalkan demi hukum,” tegas Rompas, 16 Februari 2022 lalu.
KUHAP, tambah Rompas, sudah memberikan ketentuan yang harus dipatuhi pada setiap tahapan proses hukum. Salah satunya adalah pemberian kesempatan kepada setiap orang yang berproses hukum di pengadilan untuk melakukan upaya-upaya hukum di setiap tingkatan peradilan untuk mendapatkan keadilan.
“Nah, ketika Arthur Mumu dihilangkan haknya untuk melakukan upaya banding karena pemberitahuan putusan sangat terlambat, bahkan terkesan tidak diberitahukan terlebih dahulu sebelum dinyatakan inkracht (berkekuatan hukum tetap – red), hal itu berarti ada tahapan hukum yang dilanggar oleh penyenggara peradilan yang mengadili kasus tersebut. Putusan banding atas wartawan Arthur Mumu jelas tidak sah dan harus dibatalkan demi hukum,” tambah pengacara nasional yang cukup terkenal di ibukota ini.
Kedatangannya ke Jakarta, kata Arthur, adalah sebagai bentuk perlawanan atas putusan hakim PN Manado yang menetapkan dirinya bersalah padahal pelapor serta saksi pelapor tidak pernah dihadirkan dalam persidangan. Bahkan, selama proses hukum, sejak dari Polda Sulut hingga di meja peradilan, rekayasa hukum atas kasus ini sangat jelas dan terang-benderang.
“Saya punya rekaman pembicaraan telepon dengan Ridwan Sugianto terkait pernyataan pelapor ini yang telah melakukan negosiasi dengan oknum jaksa dan hakim yang menangani kasus saya ini,” ungkap Arthur.
Oleh karena itu, Arthur sangat berharap PPWI berkenan membantunya. Selain itu, dirinya juga berharap kepada para petinggi Mahkamah Agung di Jakarta dapat memberikan haknya sebagai warga negara yang diperlakukan sama hadapan hukum. “Saya percaya masih ada orang baik di Mahkamah Agung yang menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan untuk pencari keadilan seperti saya,” kata Arthur yakin.
Di tempat yang sama, Ujang Kosasih, SH, praktisi hukum dan Advokat pegiat keadilan DPN-PPWI, yang ditunjuk langsung oleh Ketum PPWI menjadi Ketua Team Pembela Wartawan Arthur Mumu, menjelaskan bahwa setiap warga negara mempunyai kedudukan yang sama di hadapan hukum. Prinsip ini menjadi asas dalam penerapan hukum, yakni setiap orang tunduk pada hukum peradilan yang sama.
“Hal tersebut tertuang dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi: Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya,” tegas Ujang Kosasih, SH [4].
Selaku penerima kuasa hukum dari Arthur, tambah Ujang Kosasih, timnya berencana akan melakukan upaya hukum untuk korban kriminalisasi itu semaksimal mungkin serta melakukan perlawanan atas dugaan ketidak-beresan dalam penanganan hukum oleh para oknum penegak hukum di Sulawesi Utara.
“Ini industri hukum namanya. Jaksa Agung harus menggunakan kewenangannya dalam proses penuntutan. Bagi lembaga kejaksaan dikenal adanya asas oportunitas atau lebih dikenal dengan istilah deponering yang menjadi tugas dan kewenangan Jaksa Agung, sebagaimana diatur dalam Pasal 35 huruf (c) UU Nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan Agung Republik Indonesia, yang berbunyi: ‘Jaksa Agung mempunyai tugas dan wewenang: c. mengesampingkan perkara demi kepentingan umum’,” bebernya [5].
Lebih jauh Ujang Kosasih menerangkan bahwa aturan hukum berlaku bagi semua orang di tempat hukum tersebut berlaku. Sebaliknya, dari sisi hukum, bisa dilihat bahwa hukum tidak membiarkan dirinya hanya untuk menguntungkan sejumlah pihak tanpa alasan yang sah di muka hukum. “Jika ada pengecualian yang bersifat penyimpangan dan tidak sesuai dengan koridor hukum, maka hal tersebut mengkhianati konsep hukum,” imbuhnya.
Terkait dengan kasus kriminalisasi wartawan Arthur dan banyak kasus serupa di negara ini, Ujang Kosasih menegaskan bahwa kriminalisasi terhadap wartawan harus dihentikan seperti termaktub dalam Pasal 35 huruf (c) UU Nomor 16 tahun 2004 karena masuk dalam kategori kepentingan umum. “Selain itu, Pasal 50 KUHP juga menegaskan bahwa orang yang melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang-undang, dalam kasus ini UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers, tidak boleh dipidana,” tegas Ujang Kosasi menutup pernyataannya [6]. (TEAM/Red)
Catatan:
[1] Terkait Kriminalisasi Arthur Mumu, Alumni Lemhannas Pertanyakan Profesionalitas Penegak Hukum di Sulut; https://pewarta-indonesia.com/2022/02/terkait-kriminalisasi-arthur-mumu-alumni-lemhannas-pertanyakan-profesionalitas-penegak-hukum-di-sulut/.
[2] Negeri Haha Hihi; http://gusmus.net/puisi/negeri-haha-hihi.
[3] Vonis Inkracht Tanpa Kesempatan Upaya Banding, Dolfie Rompas: Putusan Itu Tidak Sah; https://pewarta-indonesia.com/2022/02/vonis-inkracht-tanpa-kesempatan-upaya-banding-dolfie-rompas-putusan-itu-tidak-sah/.
[4] Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; https://www.dpr.go.id/jdih/uu1945
[5] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia; https://www.dpr.go.id/dokjdih/document/uu/17.pdf
[6] Pasal 50 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana); https://yuridis.id/pasal-50-kuhp-kitab-undang-undang-hukum-pidana/#:~:text=Orang%20yang%20melakukan%20perbuatan%20untuk,undang%20undang%2C%20tidak%20boleh%20dipidana.