ACEH BARAT, MataAceh.com – Pelaksanaan Pekan Kebudayaan Aceh Barat (PKAB) yang berlangsung pada 11-15 Oktober 2025 dalam rangka memperingati Hari Jadi Kabupaten Meulaboh ke-437 kini disorot tajam akibat dugaan pungutan liar (pungli) di pengelolaan lapak pedagang.
Tim investigasi MataAceh.com menemukan fakta bahwa pedagang kecil harus membayar biaya sewa lapak dengan harga yang sangat tinggi dan tidak transparan, harga sewa lapak mulai dari Rp3 juta untuk ukuran kecil 3×3 meter hingga Rp20 juta untuk lapak besar seperti wahana tong setan atau kereta api mini, di lokasi strategis, harga mencapai Rp 8 juta untuk ukuran 2×3 atau 4×5 meter, membebani pedagang kecil yang harus berjuang mendapatkan untung.
Salah satu pedagang kaki lima (PKL) mengeluhkan sistem pembayaran yang terkesan dipaksakan dan minim transparansi. “Kami berharap pemerintah daerah lebih terbuka dan tidak menimbulkan kebocoran Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Panitia terlalu mendesak kami untuk segera bayar sewa lapak,” katanya.
Ketidakjelasan harga yang mencolok dan variasi tinggi antar lokasi menimbulkan kecurigaan adanya permainan antara oknum panitia dan pihak tertentu yang memanfaatkan kesempatan untuk mengambil keuntungan besar, sementara pedagang kecil yang menjadi korban utama.
Dugaan pungli ini jelas melanggar sejumlah peraturan dan undang-undang, termasuk Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, yang menuntut transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang mengatur larangan pungutan yang digunakan secara tidak sah dan penyalahgunaan wewenang.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN), yang menekankan pentingnya tata kelola pemerintahan yang bersih dari pungli.
Sanksi pidana bisa dikenakan pada oknum yang terbukti melakukan pungli, termasuk hukuman penjara dan denda, selain sanksi administratif bagi aparat pemerintah yang terlibat.
Masyarakat dan pelaku usaha kecil berharap Pemda Aceh Barat segera melakukan audit terbuka serta mengambil tindakan tegas terhadap pihak-pihak yang terlibat.
Transparansi dan keadilan sangat dibutuhkan untuk mengembalikan kepercayaan publik dan memberikan ruang yang adil bagi pedagang kecil untuk berkembang.
Plt Sekda Aceh Barat Wistha Nowar, S.Pt., M.Si., melalui pesan WhatsApp ketim pencari fakta mataaceh.com menyatakan “lapak jualan bukan urusan panitia dan Pemda”.
Ini menandakan ketidak siapannya Pemda Aceh Barat dan Panitia didalam melaksanakan kegiatan HUT kota Meulaboh dan PKAB (Pekan Kebudayaan Aceh Barat) tahun 2025.
Terkesan hanya menghambur hamburkan uang APBK, kami minta APH, BPK sekaligus KPK, utk turun langsung memeriksa anggaran Rakyat yg digunakan tersebut, terindikasi penyalahgunaan keuangan daerah, bukannya mempermudah pedagang kecil tapi Malah mencekik Rakyat, ini permintaan dari seluruh pedagang lapak yg berjualan di PKAB (Pekan Kebudayaan Aceh Barat).
Kasus ini menjadi pukulan serius bagi kredibilitas Pemda yang seharusnya melindungi rakyat, bukan membebani mereka dengan praktik tidak adil.