Aceh Utara | Beberapa waktu yang lalu masyarakat Aceh Utara heboh karna Pengendali banjir di Krueng Buloh, Kecamatan Kutamakmur roboh, padahal bangunannya belum lama selesai, sehingga tidak lama kemudian timbul spekulasi dari masyarakat bahwa bangunan proyek tersebut di korupsi, tidak lama berselang waktu Kejaksaan Negeri (Kejari) Aceh Utara pun langsung turun ke lokasi untuk melakukan investigasi awal.
Dilansir dari https://lpse.acehprov.go.id/ proyek tersebut dimenangkan oleh PT Amar Jaya Pratama Group, dengan nilai Pagu Rp 11.329.848.200,00 serta nilai HPS Rp 11.329.350.219,23.
Bangunan pengendali banjir di Krueng Buloh, Kecamatan Kuta Makmur, Kabupaten Aceh Utara, kembali jebol pasca hujan deras yang mengguyur kabupaten Aceh Utara sejak sepekan terakhir.
Proyek yang bersumber dari APBA Tahun 2020 itu menuai kontroversi, sebab, bangunan yang dibangun untuk pengendali banjir, justru rusak karna terjangan banjir.
Muadi Buloh, Salah satu warga Sekitar Berpendapat, kasus kembali ambruknya Pengendali Banjir Krueng Buloh murni terjadi akibat keseragaman mutu beton antara satu titik dan titik lain tidak sama. oleh karena itu perlu dicek lagi atau tes kubus.
“Tentunya, sebelum dibangun, kontruksi sudah direncanakan dengan baik, dengan mutu beton tertentu dan mampu menahan terjangan air saat musim hujan seperti sekarang. Lah realita nya kenapa bisa retak seperti itu,” cetusnya.
Dalam hal ini, katanya, pengawasan juga dinilai kurang, kalau dilihat bukan hanya kontraktor yang salah atau lalai, tapi juga konsultan pengawas apakah hadir selalu saat pembangunan, atau pernahkan memberikan warning terhadap pekerjaan itu, serta adakah terguran tertulis. Karena kunci bagus tidaknya pembangunan itu ada di pengawasan.
“Senakal-nakalnya kontraktor, kalau pengawasannya bagus, kontruksi juga bagus. Karena jika tidak ada tanda tangan pengawas, maka uang tidak bisa dibayar,” ungkap Muadi.
Oleh karena itu, pihak Dinas harus benar-benar mencari pengawas yang memiliki kemampuan, professional, jangan asal-asalan. Karena, tidak akan terjadi korupsi dalam proses pembangunan jika tiga pihak, baik itu kontraktor, PPTK dan pengawasa tidak bermain.
“Berarti kalau bangunan tersebut bermasalah, ketiga pihak tesebut juga bermasalah. Mereka memang tidak membangun atas kaca mana mungkin pas kali, tapi jangan juga belum dipakai sudah rubuh,” ungkapnya.