Mataaceh.com, Aceh Timur – Kala bincang-bincang, Jum’at sore, 11 Februari 2022, pukul 14.30.wib, di sebuah warung kopi depan terminal IDI bernama “Gampong Aceh Kupi” Kami dari awak media yang sedang duduk santai disalah satu sudut meja.
Bincang-bincang, membicarakan momentum Peringatan Hari Pers Nasional tahun ini, BPMA, PT. Medco E&P Malaka, K3LL, KKKS dan berbagai Stakeholder yang sukses melaksanakan Workshop Edukasi kepada Para Jurnalis.
Workshop tersebut juga sekaligus menjadi wadah sosialisasi terkait pengetahuan Kebijakan Kesehatan, Keselamatan Kerja dan Lindungan Lingkungan ( K3LL). Dilaksanakan pada tanggal 9-10 Februari 2022 lalu, di Kota dingin Takengon, Provinsi Aceh.
Upaya Stakeholder terkait kegiatan Industri Hulu Migas sudah tepat dan bermanfaat bagi para jurnalis sehingga perlu diberikan apresiasi yang luar biasa kepada panitia pelaksana dan pendukung suksesnya acara workshop tersebut.
Satu jam perbincangan Kami berlalu, seorang laki paruh baya berjalan dengan “terjingkrak” sambil menggenggam dua tongkat untuk menopang badan dikedua belah ketiaknya.
Namanya T.Rizal, usia 60 tahun memiliki satu orang isteri dengan 6 orang anak, tiga diantaranya masih kecil. Ia adalah warga Dusun Peutua, Desa Alue Bugeng, Kecamatan Peureulak Timur, Kabupaten Aceh Timur.
Ia berjalan perlahan selangkah demi selangkah menghampiri pas didepan meja Kami. Ia berdiri saja dan memandang kami sedang berbincang serius namun santai.
Terperangah kami saat menoleh seorang laki itu. Spontan Kami mempersilahkan duduk dan menawarkan secangkir kopi khas Aceh. Pelayan warungpun datang untuk menyuguhkan secangkir kopi kepada laki tersebut.
Perbincangan ami terus berlanjut dan laki paruh baya itu terus saja memandang dan diam-diam mencuri dengar perbincangan Kami.
Saat perbincangan kami tak sengaja terjeda, laki itu tiba-tiba “mengguit” tangan salah seorang rekan, tampak bagai isyarat permohonan untuk mendengar keluh-kesah hidupnya.
Sambil menunjukkan sebuah foto berukuran besar yang diambil dari tas berwarna hitam miliknya, mulailah ia bercerita mengisahkan keluhannya dalam bahasa daerah Aceh, seketika itu pula, tak terbendung air matanya menetes, dan sesekali ia mengusap air matanya yang tumpah.
Ia bercerita tentang kondisi rumahnya bagaikan “Kandang Kambing” dinding papan reyot, lapuk dan bolong-bolong dimakan usia, bagian depan blong tanpa dinding penyekat. Atap berbahan “Daun Rumbia” juga bocor disana-sini, bila musim penghujan tiba, semakin lengkaplah penderitaan T.Rizal bersama keluarganya.
” Pak, bagaimana caranya agar Saya bisa mendapat bantuan “rumoh batee”( menurutnya, rumoh batee itu adalah rumah Duafa)”. Tanya Rizal dengan sedihnya.
Ia menjelaskan, Berpuluh tahun menunggu agar dapat bantuan rumah namun tak kunjung ia dapatkan. Sejak tahun 1992 -2021 berkali-kali proposal diajukan kepihak Pemerintah Kabupaten Aceh Timur sampai ke Provinsi, namun sia-sia saja.
Ada juga yang datang mengaku dari Pemerintah kemudian memotret rumahnya namun setelah itu sepi-sepi saja tanpa ada respon selanjutnya.
Walau demikian T.Rizal tak putus harapan, pada tahun 2021 Rizal kembali melayangkan Proposal ke Dinas Sosial Kabupaten Aceh Timur.
Namun tak berbeda dengan sebelumnya, Pemerintah belum juga melirik Rizal sebagai penerima manfaat bantuan Rumah Duafa.
” Mengapa orang yang mampu banyak yang mendapat bantuan rumah duafa, tapi orang seperti saya tidak pernah dibantu, bapak-bapak besok ikut dengan saya, bapak boleh lihat kondisi rumah saya”. jelas Rizal dengan air mata menetes.
Pada hari Jum’at yang lalu, dengan tidak sengaja ia menumpahkan keluhannya kepada awak media. Padahal program bantuan Rumah Duafa sangat banyak digelontorkan pemerintah tapi masih ada juga warga masyarakat yang memiliki rumah tak layak huni.
Sudah tepat sasarankah dalam Penyalurannya….? Atau mungkinkah rumah bantuan tersebut diperjual-belikan WALLAHU ‘ALAM.
Kami para awak media berharap kepada pihak -pihak terkait agar bisa merespon cepat dengan masyarakatnya yang bernasib kurang beruntung seperti T.Rizal.
Sehingga tidak jatuh lagi airmata – airmata Rizal lainnya. Masyarakat kurang mampu wajib mendapat bantuan.
Karena, hal itu diatur dalam Pasal 34 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi ‘Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara’.(*)