Lomba Marching Band Ke Luar Negeri, Dinas P&K Banda Aceh Diduga Memungut Biaya Besar Kepada Wali Siswa

Oleh

Oleh

Banda Aceh – Mataaceh.com | Dugaan pungutan besar kepada orang tua murid menyelimuti di lingkungan pendidikan Banda Aceh, Seorang wali murid di salah satu SMP di Kota Banda Aceh mengungkapkan kejanggalan dalam pembinaan ekstrakurikuler marching band oleh Dinas Pendidikan Kota Banda Aceh.

Hal tersebut diungkapkan kepada Mataaceh.com melalui wawancara langsung di Kota Banda Aceh.

Berdasarkan sumber terpercaya media mataaceh.com melakukan penulusuran lebih mendalam. Wali murid tersebut menyampaikan, bahwa anaknya tergabung dalam Drum Corp Banda Aceh yang merupakan grup marching band binaan Dinas Pendidikan Kota Banda Aceh.

Grup tersebut akan mengikuti perlombaan marching band pada 14-17 Desember 2023 di Malaysia tepatnya di Alor Setar, Kedah.

Namun biaya yang dikenakan kepada setiap peserta sangat besar seolah-olah peserta menanggung sendiri keberangkatannya untuk ikut lomba tersebut.

“Biayanya hingga 4,5 juta dan itupun dikabarkan secara mendadak. Kebanyakan orang tua murid bukan orang mampu. Tapi apakah karena kami bukan orang mampu kemudian anak kami tidak boleh ikut apa-apa? Harusnya Dinas Pendidikan meringankan beban ini karena anak anak kami juga membawa nama daerah bukan nama pribadi.” Ungkap wali murid yang tidak mau disebutkan namanya.

Mataaceh.com juga melakukan konfirmasi kepada Kepala Bidang Pembinaan SMP Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Banda Aceh, Evi Susanti, S.Pd., M.Si. Menurutnya, sebelumnya orang tua murid telah diberitahu di rapat wali murid bahwa akan ada biaya untuk keberangkatan sehingga bagi yang tidak mampu boleh mengundurkan diri.

Namun orang tua mengaku di rapat hanya disebutkan bahwa akan ada biaya keberangkatan tanpa menyebutkan nominal. Ketika informasi mengenai nominal diumumkan, orangtua yang tidak mampu membayar angka tersebut tidak diperbolehkan mengundurkan diri lagi.

Ketika rapat wali murid dengan kepala sekolah salah satu SMP, tidak ada titik temu bagaimana solusi terhadap orang tua yang tidak mampu. Bahkan ketika orang tua mengajukan permohonan pengunduran diri, kepala sekolah tersebut melarang keras. Kepala sekolah hanya berkata agar orang tua coba usaha dulu.

Melalui sumber yang sama, ada salah satu orang tua siswa yang sampai berhutang untuk biaya tersebut, di sebabkan ekonomi terbatas.

Namun karena jumlah hutang yang tidak cukup orang tua tersebut akhirnya menyerah dan mengajukan pengunduran diri. Kepala sekolah berdalih bahwa dinas melarang keras siswa mengundurkan diri dalam perlombaan ini.

Namun ketika media mencoba melakukan konfirmasi kepada pihak sekolah, kepala sekolah berinisal (QI) enggan menjawab dan mengalihkan ke komite serta Persatuan Drum Band Indonesia (PDBI) Banda Aceh.

Menurut keterangan kepala sekolah melalui narasumber, sekolah telah menyediakan 3,5 juta per anak. Kepala sekolah mengatakan bahwa sebenarnya biaya yang diperlukan adalah 8 juta per anak tapi sekolah mensubsidi sebanyak 3,5 juta dan wali murid menanggung 4, 5 juta. Namun tidak ada rincian munculnya angka 8 juta tersebut dan apakah benar memang sekolah menanggung 3,5 juta tersebut.

Tidak transparannya sekolah ini menimbulkan bermacam dugaan pada orang tua siswa.

Dilansir https://www.detik.com/edu/sekolah/d-6819162/pungutan-dan-sumbangan-sekolah-cek-aturan-dan-larangannya. Permendikbud Nomor 44 Tahun 2012 dan Permendikbud 75 tahun 2016 tentang Komite Sekolah terkait sumbangan di satuan pendidikan tidak boleh membebani dan melibatkan orang tua/wali murid yang tidak mampu secara ekonomi.

Mengenai besaran biaya Evi Susanti memberikan tanggapan bahwa kekurangan biaya mencapai hingga 90 juta. Kemudian dinas mengupayakan dana 70 juta dengan komposisi 20 juta dari dinas dan dari sumber lain termasuk pungutan kepada sekolah sekolah Banda Aceh dibawah naungan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Banda Aceh.

Namun Evi menolak memberikan rincian lengkap mengenai besaran biaya tersebut dan mengarahkan kepada kepala dinas untuk data lengkapnya.

Diketahui, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Banda Aceh yang juga Ketua Pengurus Cabang Persatuan Drum Band Indonesia (PDBI) Kota Banda Aceh, Sulaiman Bakri, S. Pd., M. Pd., diduga juga memungut biaya dari kepala sekolah dibawah naungan dinas.

Evi Susanti menjelaskan kepala dinas tidak menentukan jumlah biayanya dan tidak memaksa kepala sekolah jika memang tidak mampu. Kepala dinas juga tidak memperkenankan kepala sekolah mengambil dari dana sekolah seperti dana BOS melainkan dana pribadi yang dapat diupayakan kepala sekolah.

Tindakan ini tidak memiliki dasar hukum yang jelas dan tentu saja garis struktural birokrasi membuat kepala sekolah membayar biaya tersebut walaupun muridnya tidak termasuk dalam peserta lomba.

Ketika dikonfirmasi kepada salah satu kepala sekolah, ia menyebut menyumbang 700 ribu dan sekolah lainnya jumlahnya beragam mulai 600 ribu rupiah dan ada yang memberikan 1 juta rupiah yang dikumpulkan melalui Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3S) dan Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS). Dinas sendiri tidak mencatat daftar sumbangan tersebut dan ketika penyerahan disaksikan oleh kepala sekolah.

Dari sumber lain kepala sekolah menyebut sebenarnya ini adalah tanggungjawab Dinas Pendidikan, tapi yang namanya atasan pasti memberatkan bawahan makanya dibebankan kepala sekolah selaku bawahannya untuk menangani masalah biaya ini.

“Apakah dinas tidak menganggarkan dana untuk perlombaan ini? Sedangkan siswa-siswi ini juga turut membawa embel embel dinas pendidikan sebagai pembina.” Sebut narasumber
Keributan mengenai dana sendiri sudah terjadi di grup Whatsapp yang berisikan pelatih marching band dan orang tua murid.

Banyak orang tua yang mengeluh mengenai biaya ini namun pelatih cenderung menekankan keharusan untuk mengikuti lomba tersebut dan menerima besaran biaya yang disebut.

Bahkan menurut informasi yang diberikan ada salah satu orang tua siswa yang menyampaikan pesan pengunduran diri di grup Whatsapp tersebut namun setelahnya ditelpon oleh anggota grup secara pribadi untuk menghapus pesan tersebut dengan dalih agar yang lain tidak terprovokasi.

Jumlah yang akan berangkat adalah sejumlah 60 yang terdiri dari 51 orang siswa dan 9 orang pelatih serta satu orang guru yang merupakan utusan dinas turut mendampingi.

“Orang tua siswa tersebut pun menegaskan bahwa kalau memang dinas tidak mampu untuk memberikan bantuan secara finansial seharusnya tidak memaksa untuk mengikuti lomba tersebut dan membebankan orang tua siswa.” Seru sumber media Mataaceh.com.


Sebelum pelepasan siswa berlangsung, angka 4,5 juta turun menjadi 3,5 juta sehingga orangtua mendapat uang kembali sebesar 1 juta.

Ketika pelepasan berlangsung, sumber mengatakan bahwa kepala dinas menjanjikan uang saku sebesar 1 juta kepada siswa selama berada di malaysia. Namun, ketika orangtua menagih uang saku tersebut pihak sekolah mengatakan uang yang dikembalikan ke orangtua sebesar 1 juta itulah uang sakunya.

“Artinya uang saku itu dari orangtua siswa. Sedangkan kepala dinas mengatakan akan memberikan uang saku. Ya ujungnya orangtua tetap saja terbeban. Ini semakin aneh” Ucap sumber.


Ketika dimintai klarifikasi mengenai hal tersebut, Evi Susanti menjelaskan bahwa supaya berkeadilan maka ditentukan angka 3,5 juta untuk orang tua murid.

“Anak bisa diberikan uang saku dengan catatan supaya rata semua. Ini kan supaya rata semua bahwasanya anak dibebankan itu di 3,5 juta. Jadi ada anak di sekolah sekolah tertentu waktu mengumpulkan 4,5 juta mereka tidak mampu. Dan itu mereka tidak dipaksa lho untuk melunaskan 4,5 juta juga tidak. Jadi begitu kami hanya punya 3,5 juta juga diterima sama sekolah lalu dilaporkan pada kami. Ada orang tua nih, kami hanya ada kemampuan 2,5 juta juga tidak dipaksa untuk membayar 4,5 juta. Juga tidak ada bahasa lagi untuk dia nyicil. Diambillah rentang 3,5 juta itu rata supaya berkeadilan.”

“Support support dari ini (sekolah sekolah) tadi bagi anak yang sudah berlebih membayarnya (4,5 juta) maka dikembalikan kepada mereka. Jadi bukan uang mereka yang dikembalikan, apa namanya, bahasa filosofinya, gitu. Jadi, sumbangan itu menyebabkan beban masyarakat terkurangi ke 3,5 juta saja.” Jelas Evi.

Informasi terkait kekurangan biaya dari orang tua juga diungkap oleh salah satu kepala sekolah yang siswanya mengikuti perlombaan tersebut. Kepala sekolah mengatakan bahwa ada orang tua yang tidak cukup uang untuk melunasi biaya, sehingga kepala sekolah secara pribadi menggunakan uangnya untuk menutupi kekurangan tersebut hingga 1 juta rupiah.

Narasumber juga mengaku bahwa sekolah meminta biaya yang belum lunas segera dilunaskan setelah siswa pulang dari Malaysia. Artinya pernyataan Evi Susanti yang mengatakan bahwa tidak ada pelunasan lagi tidak sinkron dengan permintaan sekolah untuk membayar kekurangan biaya.

APH.Dinas Pendidikan kota Banda AcehinspektoratLomba DrumbandOmbudsmanPJ Walikota Banda Aceh

BERITA TERKAIT

BERITA TERKINI

ARTIKEL TERPOPULER
1
2
3
4
5
Opini Text